Perempuan yang sangat disayangkan, berhadapan dengan satu orang yang menguras habis energi hidupnya, berjalan seolah searah, namun berhianat dibelakang punggungnya, entah dari apa manusia itu tercipta, menjadi rumit dan berbohong sdalah keahliannya. Manusia setengah hati itu berdiri layaknya seorang pelindung, datang dengan senyuman yang sungguh sederhana, matanya sayu dan terlihat sangat lelah dihari itu, aku fikir manusia semanis ini tidak akan sanggup membunuh manusia kuat sepertiku, bahkan membuatku memar saja aku rasa ia tidak berdaya. Dihari dimana aku merasa diperlukan, tanganku dengan ringan menghapus lelahnya, memberikan semua yang aku punya tanpa ada yang tersisa, aku merawatnya dengan baik, memotong kukunya, menyiapkan sarapan, dan mendoakan segala prosesnya, menjadi tempat yang nyaman untuk pulang, menjadi perempuan yang merendah bahkan terinjak tak berdaya di tangannya.
Malam sudah berganti, prihal janji sudah berusaha aku tepati, hidup sebagai perempuan yang rumit sepertiku rasanya tidak mudah, setiap hari aku harus berperang dengan ego dan fikiranku sendiri, Sampai saat ini aku masih berusaha tetap berdiri dan layak untuk ditemani. Namun siapa sangka, disela lukaku ada manusia yang dengan ringannya memukul habis kepercayaanku, orang yang difikir menjadi tameng malah dengan hebatnya pergi tanpa beban, tanpa alasan, tanpa sebuah penjelasan, dan tanpa ada rasa bersalah yang ditinggalkan. Ia pergi begitu ringan, bersama gadis cantik yang ia temani semalaman. Aku rasa hidupku sempat berhenti saat itu, darah yang tak hentinya keluar dari pegelangan tangan kiriku, membanjiri penuh lantai tempat tidurku, suara bising itu setiap malam mengganggu dan memenuhi isi kepalaku. Tuhan, apakah manusia bisa setega ini membunuh harapan terakhirku, melukai habis kepercayaanku bahkan setelah ia tahu kelemahanku.
Hari ini rasanya sangat melelahkan, satu minggu sebelumnya aku sempat berfikir aku sudah sembuh, tapi tanpa disangka aku harus kembali lagi ke ruangan yang sangat dingin, ruangan yang menoreh habis tubuhku dengan pisau yang teramat tajam itu. Dengan lugunya aku masih mengharapkan satu orang, hadir saat aku menutup mata bahkan yng aku kira itu permintaan terakhir kalinya. Rasa sakitnya ternyata tidak seberapa dibandingkan rasa kecewa yang sempat terlupa.
Pada masanya aku harus bisa menerima yang bukan menjadi takdirku, meredam semua amarah dan rasa sakit akibat ketidak berdayaanku, ini bukan tentang hidup dan perjalanannya, tapi tentang siapa pemeran utama yang berhasil mengusik dan membunuh jiwa hebat yang aku punya. Bahkan menangis darahpun tidak akan membalikan fakta yng sebenarnya, bahwa aku hidup hanya untuk menjadi sandara manusia sebelum ia menemukan tempatnya. Pintu maaf aku buka teramat lebar , bahkan saat aku diminta untuk menyayangi pilihannya, diminta menyayangi perempuan yang merengut habis harapanku, diminta menyayangi setiap hal yang iya mau, dan dipaksa memaafkan kesalahannya dimasalalu. Kini aku tetap berada ditempatku, melihatnya dari belakang punggungnya dan memastikan hidupnya masih berjalan dan tetap baik- baik saja.
Tuhan, aku tidak menyerah, yang aku tahu hanya harapan dan kepercayaanku yang terluka, aku masih punya setitik mimpi yang harus aku jaga prihal masadepan yang terlihat dari balik jendela. Tuhan, aku takut , pada masanya aku harus menerima diriku sendiri dalam keadaan tidak utuh, ada fisik yang sudah hancur berantakan, ada hati yang tersakiti atas segala penolakan. Mungkin setelah hari ini, hidupku tak akan sama lagi, mungkin tidak ada yang bisa aku percaya sepenuhnya kembali, perempuan yang ceria ini, perempuan yang hidupnya dipenuhin dengan bunga dan warna pelangi ini harus bisa berdiri di pekatnya warna hitam yang ia ciptakan sendiri. Setelah dihari aku dirasa terhianati apakah dunia masih memandangku tetap sama, apa malah lebih menyedihkan dari sebelumnya. Benci? Iya , mungkin, aku sakit, namun untuk melihatnya mendarah di ujung jari saja aku tidak sanggup, aku terluka , aku hancur di atas harapanku sendiri, aku menyayangi ciptaan Tuhan terlalu berlebihan hingga membuatku harus mengiklaskanya dengan mati matian, ulah yang aku bangun sendirian. Tuhan, aku rasa setelah ini tidak ada manusia manapun lagi yang bisa menerimaku dengan layak, prihal fisik yang terluka, tubuh yang ternoda bahkan hati yang di penuhi trauma. Tuhan, asingkan aku, bawa aku ketempat dimana seharusnya aku bersembunyi dari rasa malu, bawa aku jauh ketempat dimana hanya ada aku, tubuhku, diriku, dan setitik mimpiku yang menunggu. Jangan libatkan orang lain lagi di atas ketidak percayaanku, tenggelamkan semua jejak yang membuatku hancur di hari itu.
Prihal doa yang tidak terlupa, untuk rasa sakit yang teramat dalamnya, semoga tidak ada manusia lagi yang menanggung perihnya terhina oleh manusia yang paling kita percaya, semoga ia bisa berdiri tegak diatas kepercayaannya, semoga tuhan selalu mumudahksn jalannya, menuju mimpi yang ia damba, biarkan ia dirawat penuh oleh pilihannya dengan rasa cinta , bahagia sepenuhnya, namun apabila ia terluka, ijinkan ia menoleh kearahku sekali saja, biarku obati dengan penuh rasa cinta, walapun darah dan air mata taruhannya.
@devisetya
Komentar