Rasanya hari-hari ini sangat cepat berlalu, entah itu pagi, siang maupun malam rasanya begitu cepat terlewati, banyak keraguan yang satu persatu muncul dari sudut teras itu, entah lantai yang berdebu tembok yang mulai retak, dan gagang pintu yang sudah mulai kaku dan berkarat. Apa boleh buat selama hidupnya tak ada yang bersedia membersihkan rumah itu, petaka yang tak pernah terlitas dalah hati kecilku, bagaimana bisa manusia berantakan sepertiku menjadi rumah untuk seseorang yang bahkan masa depannya pun tertata rapi oleh kedua orangtuanya, menjadi manusia yang teramat lambat membuatku tersadar, bahwa manusia pada dasarnya memiliki titik pencapaian yang berbeda, mungkin kali ini bukan aku, dan bahkan kali ini juga bukan aku, tapi dari sudut pandang manusia ceroboh ini aku memiliki ujung yang begitu sempurna, meskipun tidak sesuai harapanku tapi mungkin saja ini memang garis takdirku, mencitai segala sisi kepribadiannya menjadikanku manusia paling sabar di muka bumi, karena jangankan langit, tanah, bahkan seisinya pun bisa saja menjadi sainganku, mari kita berdamai dengan dunia ini, meskipun dia membuat kaki ini lumpuh berkali-kali, tapi jika dengan cara itu membuatnya berlari lebih kencang lagi, mari lumpuh dalam waktu selamanya hingga dia berada di titik pencapaian terbesarnya, kemudian tenggelamlah dalam pelukan sendiri.
Sayang , senyuman yang aku lihat dimalam itu begitu jelas, bahwa senyuman itu adalah senyum kebahagiaan mu, terlepas dari belenggu dan segala kesialan ku merupakan hal yang harus kamu rayakan, menjadi bebas adalah impian semua orang, bahkan setelah kehilangan semua itu aku baru menyadarinya kalau genggaman eratku hampir saja melukaimu, sayang serpihan kaca rumah itu mungkin saja menyakiti jari kakimu tapi bukankah itu membuatmu lebih hati- hati lagi? Jangan terluka berkali kali karena itu akan membuatku mati dalam anganku sendiri, berbahagia dalam lingkaran kehidupanmu adalah tujuan dari segala doaku jadi mari samai sujudku dengan senyuman milikmu. Sayang buatlah aku merasakan tak ada yang sia- sia di dunia termasuk melepaskanmu yang sudah menjadi bagian dari segala impiku, bertanya pada coretan tembok yang pernah kamu rangkai, berusaha menghapus bahkan dengan air mata sekalipun tak akan pernah memudarkan sedikitpun usahamu melupakanku, sebenci itukah fikiranmu dengan kebodohan ini hingga tak ada celah lagi untukku menengok lebih dekat lagi, berada disebelah orang yang bahkan tak memiliki hidup sepertiku membuatmu nyaris kehilangan dirimu sendiri, mungkin ragamu baru tersadar kali ini, hingga membuatmu enggan untuk mengingatku bahkan menyapaku malam tadi, mengenalku mungkin adalah bagian dari takdir terburukmu , tapi tanpa kamu sadari bahwa mengenalmu membuatku mampu hidup berkali kali dari kematian yang bahkan tak pernah aku ingini, jadi bukankah melupakanku adalah bagian dari dosa? Karena hal itu membuatku nyaris tak mau hidup lagi, jika hal itu terjadi apakah tuhan juga menghukummu? Dengan memberikamu perasaan yang sangat dalam untuk perempuanmu namun setengah mati ia ingin melupakan segala tentangmu, sayang aku harap itu tidak terjadi kepadamu, karena setauku luka itu akan membuatmu jatuh dan hancur tak berbentuk lagi, sayang mari tetap hidup dalam waktu yang lebih lama, bahagia dengan porsi yang paling sederhana, mencintai diri dalam ruang yang tak sama hingga kita harus menyadari bahwa takdir tidak akan pernah berganti nama menjadi paksa dan segala kemauannya.
Kunci rumah itu aku temukan di tumpukan sepatu yang sudah tidak dipakai penghuninya, aku mencoba masuk dengan segala resikonya, melupakan rasa takut dan segala keraguan yang ada, aku memberanikan diri membersihkan satu persatu sampah yang menghalangi langkahku untuk berjalan lebih dalam lagi. Bukan hanya itu, laba- laba, semut, serangga, dan tikus aku temui ditempat itu, aku mengusirnya dengan sangat pasti, aku membersihkannya hingga rumah itu menjadi layak lagi. Dari sudut kesudut kamar itu aku bersihkan dengan sangat hati- hati, berharap tidak ada satupun celah yang dapat merusak pandanganku akan rumah ini, aku menyirami tanaman yang sudah mulai layu di halaman depan rumah ini, aku mencabut rumput yang tumbuh liar dan membakar sampah yang mungkin saja setahun tidak dibersihkan dengan baik, kemudian aku menyalakan TV berharap rumah ini ada kehidupan lagi, aku rawat dan aku doakan setiap hari, kini aku tinggal disini, aku memecahkan persoalanku sendiri, membasmi rasa takut yang aku terima setiap malam menjadikanku manusia yang terpaksa berdiri dikakiku sendiri . Menjadi seseorang yang berada seorang diri pada rumah yang tidak ada nyali membuat aku nyaris kesepian setiap hari, entah dari mana kekuatan ini datang bertubi- tubi hingga aku selalu menolak kehadiran sesorang yang hendak bertamu dan menetap di rumah ini. Malam ini aku mulai berfikir untuk menutup lebih rapat pintu rumah ini, mematikan setiap lampu yang menerangi setiap sudut ruang ini, aku menjadikan rumah ini hampa kembali dan terlihat berhantu dan tak berpenghuni lagi.
Komentar